Jumat, 22 April 2016

REFLEKS FISIOLOGIS DAN PATOLOGIS

                      Refeks Fisologis

Refleks Fisiologis adalah reflex regang otot (muscle stretch reflex) yang muncul sebagai akibat rangsangan terhadap tendon atau periosteum atau kadang - kadang terhadap tulang, sendi, fasia atau aponeurosis. Refleks yang muncul pada orang normal disebut sebagai refleks fisiologis. Kerusakan pada sistem syaraf dapat menimbulkan refleks yang seharusnya tidak terjadi atau refleks patologis. Keadaan inilah yang dapat dimanfaatkan praktisi agar dapat mengetahui ada atau tidaknya kelainan sistem syaraf dari refleks.
Pemeriksaan reflek fisiologis merupakan satu kesatuan dengan pemeriksaan neurologi lainnya, dan terutama dilakukan pada kasus-kasus mudah lelah, sulit berjalan, kelemahan/kelumpuhan, kesemutan, nyeri otot anggota gerak, gangguan trofi otot anggota gerak, nyeri punggung/pinggang gangguan fungsi otonom. Interpretasi pemeriksaan refleks fisiologis tidak hanya menentukan ada/tidaknya tapi juga tingkatannya.

A.    Dasar pemeriksaan refleks

1.      Pemeriksaan menggunakan alat refleks hammer
2.      Penderita harus berada dalam posisi rileks dan santai. Bagian tubuh yang akan diperiksa harus dalam posisi sedemikian rupa sehingga gerakan otot yang nantinya  akan terjadi dapat muncul secara optimal
3.      Rangsangan harus diberikan secara cepat dan langsung;keras pukulan harus dalam batas nilai ambang, tidak perlu terlalu keras
4.      Oleh karena sifat reaksi tergantung pada tonus otot, maka otot yang diperiksa harus dalam keadaan sedikit kontraksi.

B.     Jenis Refleks fisiologis

1.      Refleks Biceps (BPR) : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku. Respon : fleksi lengan pada sendi siku.
2.       Refleks Triceps (TPR) : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi. Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku.
3.      Refleks Periosto Radialis : ketukan pada periosteum ujung distal os symmetric posisi lengan setengah fleksi dan sedikit pronasi. Respon : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi karena kontraksi m.brachiradialis.
4.      Refleks Periostoulnaris : ketukan pada periosteum prosesus styloid ilna, posisi lengan setengah fleksi dan antara pronasi supinasi. Respon : pronasi tangan akibat kontraksi m.pronator quadrates.
5.      Refleks Patela (KPR) : ketukan pada tendon patella dengan hammer. Respon : plantar fleksi longlegs karena kontraksi m.quadrises femoris.
6.      Refleks Achilles (APR) : ketukan pada tendon achilles. Respon : plantar fleksi longlegs karena kontraksi m.gastroenemius.
7.      Refleks Klonus Lutut : pegang dan dorong os patella ke arah distal. Respon : kontraksi reflektorik m.quadrisep femoris selama stimulus berlangsung.
8.      Refleks Klonus Kaki : dorsofleksikan longlegs secara maksimal, posisi tungkai fleksi di sendi lutut. Respon : kontraksi reflektorik otot betis selama stimulus berlangsung.
9.      Reflek kornea : Dengan cara menyentuhkan kapas pada limbus, hasil positif bila mengedip (N IV & VII )
10.  Reflek faring : Faring digores dengan spatel, reaksi positif bila ada reaksi muntahan ( N IX & X )
11.  Reflek Abdominal : Menggoreskan dinidng perut dari lateral ke umbilicus, hasil negative pada orang tua, wanita multi para, obesitas, hasil positif bila terdapat reaksi otot.
12.  Reflek Kremaster : Menggoreskan paha bagian dalam bawah, positif bila skrotum sisi yang sama naik / kontriksi ( L 1-2 )
13.  Reflek Anal : Menggores kulit anal, positif bila ada kontraksi spincter ani ( S 3-4-5 )
14.  Reflek Bulbo Cavernosus : Tekan gland penis tiba-tiba jari yang lain masukkan kedalam anus, positif bila kontraksi spincter ani (S3-4 / saraf spinal )
15.  Reflek Moro : Refleks memeluk pada bayi saat dikejutkan dengan tangan
16.  Reflek Babinski : Goreskan ujung reflak hammer pada lateral telapak kaki mengarah ke jari, hasil positif pada bayi normal sedangkan pada orang dewasa abnormal ( jari kaki meregang / aduksi ektensi )
17.  Sucking reflek : Reflek menghisap pada bayi
18.  Grasping reflek : Reflek memegang pada bayi
19.  Rooting reflek : Bayi menoleh saat tangan ditempelkan ke sisi pipi.

 Refleks Patologis

Refleks patologis merupakan respon yang tidak umum dijumpai pada individu normal. Refleks patologis pada ekstemitas bawah lebih konstan, lebih mudah muncul, lebih reliable dan lebih mempunyai korelasi secara klinis dibandingkan pada ekstremitas atas.

A.    Dasar pemeriksaan refleks
1.      Selain dengan jari - jari tangan untuk pemeriksaan reflex ekstremitas atas,bisa juga dengan menggunakan reflex hammer.
2.      Pasien harus dalam posisi enak dan santai
3.      Rangsangan harus diberikan dengan cepat dan langsung

B.     Jenis Refleks Patologis
Ø  Jenis Refleks Patologis Untuk Ekstremitas Superior adalah sebagai berikut :

1.      Refleks Tromner
Cara: pada jari tengah gores pada bagian dalam
      + : bila fleksi empat jari yang lain
2.      Refleks Hoffman
      Cara : pada kuku jari tengah digoreskan
      + : bila fleksi empat jari yang lain
3.      Leri : fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan, sikap lengan diluruskan dengan bagian ventral menghadap ke atas. Respon : tidak terjadi fleksi di sendi siku.
4.      Mayer : fleksi maksimal jari tengah pasien ke arah telapak tangan. Respon : tidak terjadi oposisi ibu jari.
Ø  Jenis RefleksPatologis Untuk Ekstremitas Inferior adalah sebagai berikut :
1.      Babinski : gores telapak kaki di lateral dari bawah ke atas ==> + bila dorsofleksi ibu jari, dan abduksi ke lateral empat jari lain
2.      2. Chaddok : gores bagian bawah malleolus medial ==> + sama dengan babinski
3.      Oppenheim : gores dengan dua sendi interfalang jari tengah dan jari telunjung di sepanjang os tibia/cruris==> + sama dgn babinski
4.      Gordon : pencet/ remas m.gastrocnemeus/ betis dengan keras==> + sama dengan babinski
5.      Schaeffer : pencet/ remas tendo achilles ==> + sama dengan babinski
6.      Gonda : fleksi-kan jari ke 4 secara maksimal, lalu lepas ==> + sama dengan babinski
7.      Bing : tusuk jari kaki ke lima pada metacarpal/ pangkal ==> + sama dengan babinski
8.      Stransky : penekukan (lateral) jari longlegs ke-5. Respon : seperti babinsky.
9.      Rossolimo : pengetukan ada telapak kaki. Respon : fleksi jari-jari longlegs pada sendi interfalangeal.
10.  Mendel-Beckhterew : pengetukan dorsum pedis pada daerah os coboideum. Respon : seperti rossolimo.

Senin, 18 April 2016

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ANSIETAS (KECEMASAN)



BAB I
TINJAUAN TEORITIS
1.     DEFINISI 
            Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Ketika merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin memiliki firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi. Tidak ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus ansietas (Corner, 1992). Ansietas merupakan alat peringatan internal yang memberikan tanda bahaya kepada individu. 
            Kecemasan memiliki nilai yang positif. Menurut Stuart dan Laraia (2005) aspek positif dari individu berkembang dengan adanya konfrontasi, gerak maju perkembangan dan pengalaman mengatasi kecemasan. Tetapi pada keadaan lanjut perasaan cemas dapat mengganggu kehidupan seseorang.
            Sisi negatif ansietas atau sisi yang membahayakan ialah rasa khawatir yang berlebihan tentang masalah yang nyata atau potensial. Hal ini menghabiskan tenaga, menimbulkan rasa takut, dan menghambat individu melakukan fungsinya dengan adekuat dalam situasi interpersonal, situasi kerja, dan situasi sosial. Diagnosis gangguan ansietas ditegakkan ketika ansietas tidak lagi berfungsi sebagai tanda bahaya, melainkan menjadi kronis dan mempengaruhi sebagian besar kehidupan individu sehingga menyebabkan perilaku maladaptif dan disabilitas emosional. Misalnya, diagnosis gangguan ansietas umum ditegakkan ketika individu selalu khawatir tentang sesuatu atau semua hal tanpa alasan yang nyata, merasa gelisah, lelah, dan tegang, serta sulit berkonsentrasi selama sekurang-kurangnya enam bulan terakhir. Makalah ini berfokus pada gangguan ansietas yang menyebabkan ansietas yang ekstrenm dan melemahkan, yang mengganggu kehidupan sehari-hari individu.
2.     ETIOLOGI (PENYEBAB)
Keluhan-keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami ansietas (Hawari, 2008), antara lain sebagai berikut :
1. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung.
2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
3. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.
4. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
6. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran  berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya. 
3.     TINGKATAN ANSIETAS
Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan, yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa baik individu melakukan koping terhadap ansietas. Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.
1. Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri. Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
- Ketegangan otot ringan
- Sadar akan lingkungan
- Rileks atau sedikit gelisah
- Penuh perhatian
- Rajin
b. Respon kognitif
- Lapang persepsi luas
- Terlihat tenang, percaya diri
- Perasaan gagal sedikit
- Waspada dan memperhatikan banyak hal
- Mempertimbangkan informasi
- Tingkat pembelajaran optimal
c. Respons emosional
- Perilaku otomatis
- Sedikit tidak sadar
- Aktivitas menyendiri
- Terstimulasi
- Tenang
2. Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi. Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai berikut :
a. Respon fisik :
- Ketegangan otot sedang
- Tanda-tanda vital meningkat
- Pupil dilatasi, mulai berkeringat
- Sering mondar-mandir, memukul tangan
- Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
- Kewaspadaan dan ketegangan menigkat
- Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung
b. Respons kognitif
- Lapang persepsi menurun
- Tidak perhatian secara selektif
- Fokus terhadap stimulus meningkat
- Rentang perhatian menurun
- Penyelesaian masalah menurun
- Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
c. Respons emosional
- Tidak nyaman
- Mudah tersinggung
- Kepercayaan diri goyah
- Tidak sabar
- Gembira
3. Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, memperlihatkan respons takut dan distress. Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas berat adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
- Ketegangan otot berat
- Hiperventilasi
- Kontak mata buruk
- Pengeluaran keringat meningkat
- Bicara cepat, nada suara tinggi
- Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
- Rahang menegang, mengertakan gigi
- Mondar-mandir, berteriak
- Meremas tangan, gemetar
b. Respons kognitif
- Lapang persepsi terbatas
- Proses berpikir terpecah-pecah
- Sulit berpikir
- Penyelesaian masalah buruk
- Tidak mampu mempertimbangkan informasi
- Hanya memerhatikan ancaman
- Preokupasi dengan pikiran sendiri
- Egosentris
c. Respons emosional
- Sangat cemas
- Agitasi
- Takut
- Bingung
- Merasa tidak adekuat
- Menarik diri
- Penyangkalan
- Ingin bebas
4. Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah. Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
- Flight, fight, atau freeze
- Ketegangan otot sangat berat
- Agitasi motorik kasar
- Pupil dilatasi
- Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
- Tidak dapat tidur
- Hormon stress dan neurotransmiter berkurang
- Wajah menyeringai, mulut ternganga
b. Respons kognitif
- Persepsi sangat sempit
- Pikiran tidak logis, terganggu
- Kepribadian kacau
- Tidak dapat menyelesaikan masalah
- Fokus pada pikiran sendiri
- Tidak rasional
- Sulit memahami stimulus eksternal
- Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
c. Respon emosional
- Merasa terbebani
- Merasa tidak mampu, tidak berdaya
- Lepas kendali
- Mengamuk, putus asa
- Marah, sangat takut
- Mengharapkan hasil yang buruk
- Kaget, takut
- Lelah

4.     FAKTOR PREDISPOSISI
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa:
  1. Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional.
  2. Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.
  3. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
  4. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego.
  5. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.
  6. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.
  7. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
  8. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.
 5.     FAKTOR PRESIPITASI
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
  1. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik yang meliputi :
    1. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya : hamil).
    2. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.
  2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
    1. Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
    2. Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.
 6.     SUMBER KOPING dan MEKANISME KOPING
  1. SUMBER KOPING
Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal dan interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah aset ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yang diyakini. Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadopsi strategi koping yang efektif (Suliswati, 2005).
  1. MEKANISME KOPING
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati, 2005). Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu :
A. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin dicapai  dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
a. Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan.
b. Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk memindahkan seseorang dari sumber stress.
c. Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang. 
B. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :
a. Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan klien.
b. Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya terhadap disorganisasi kepribadian.
c. Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan klien.
d. Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.




BAB II
ASKEP ANSIETAS
1.                  PENGKAJIAN
            Pengkajian ditujukan pada fungsi fisiologis dan perubahan perilaku melalui gejala atau mekanisme koping sebagai pertahanan terhadap kecemasan. Menurut Stuart dan Sundeen (1995), data fokus yang perlu dikaji pada klien yang mengalami ansietas adalah sebagai berikut :
a. Perilaku
Ansietas dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku yang secara tidak langunsg melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan ansietas.
b. Faktor predisposisi
c. Faktor presipitasi
d. Sumber koping
e. Mekanisme koping

2.                  DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.    Ansietas b/d perubahan dalam (status ekonomi, lingkungan, status kesehatan, pola interaksi, fungsi peran, status peran)

3.                  INTERVENSI
No.
Diagnosa
NOC
NIC
1.
Ansietas
Definisi: perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak dikeahui oleh individu) perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadao bahaya.
v  Anxiety self control
v  Anxiety level
v  Coping
Kriteria hasil:
·         Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
·         Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas
·         Vital sign dalam batas normal
·         Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan
Anxiety reduction
·         Gunakan pendekatan yang menenangkan
·         Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
·         Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
·         Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress
·         Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi rasa takut
·         Dengarkan dengan penuh perhatian
·         Identifikasi tingkat kecemasan
·         Bantu pasien mengenal situasi yang enimbulkan kecemasan
·         Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
·         Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
·         Berikan obat untuk mengurangi kecemasan



4.             STRATEGI PELAKSANAAN
1. Strategi Pelaksanaan 1
Masalah Keperawatan
Tindakan Keperawatan pada Pasien
Tindakan Keperawatan pada Keluarga
Ansietas
SP I p
  1. Identifikasi stressor cemas.
  2. Identifikasi koping maladaptif dan akibatnya.
  3. Bantu perluas lapang persepsi.
  4. Konfrontasi positif (jika perlu).
  5. Latih teknik relaksasi: nafas dalam.
  6. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.
SP I k
  1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
  2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala ansietas sedang yang dialami pasien beserta proses terjadinya.
  3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien cemas.
SP II p
  1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya.
  2. Latih koping: beraktivitas.
  3. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.
SP II k
  1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien cemas sedang.
  2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pasien cemas sedang.
SP III p
  1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya.
  2. Latih koping: olah raga.
  3. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.
SP III k
  1. Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk minum obat
  2. Mendiskusikan sumber rujukan yang bisa dijangkau oleh keluarga

2. Strategi Pelaksanaan 2
SP 1 : Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal ansietas, dan
membantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan cemas

Fase Orientasi:
“Assalamualaikum pak, perkenalkan nama saya Dayat, panggil saya dayat, saya perawat yang akan merawat bapak dan datang kerumah bapak seminggu dua kali, yaitu hari rabu dan Sabtu jam 10.00 pagi. “Nama bapak siapa, suka dipanggial apa?” “Bagaimana perasaan bapak hari ini? Oh, jadi bapak merasa tidak nyaman?”, “Baiklah pak, kita akan berbincang-bincang tentang perasaan yang bapak rasakan. “Berapa lama kita bincang-bincang? “Bagaimana kalau 20 menit”.”Dimana tempatnya pak? Bagaimana kalau disini saja?”

Fase Kerja:
“Apa yang bapak rasakan?, “Bagaimana perasaan itu bisa muncul?”. “Apa yang bapak
lakukan jka perasaan itu cemas itu muncul?”. “Oh, jadi bapak mondar-mandir dan banyak
bicara jika perasaan cemas dan tidak nyaman itu muncul”.”Ada peristiwa apa sebelum
ansietas itu muncul? “Atau adakah hal-hal yang bapak pikirkan sebelumnya?” “Jadi bapak
akan merasa cemas jika ada pekerjaan bapak yang belum bisa bapak selesaikan. Bisa kita
diskusikan apa yang membuat pekerjaan bapak tidak selesai? Oh, jadi bapak merasa beban
kerja yang diberikan diluar kesanggupan bapak untuk menyelesaikannya. . “Apakah
sebelumnya bapak pernah mendapatkan beban kerja yang tinggi pula? Apakah bapak bisa
menyelesaikan pekerjaan tersebut? Wah, baik sekali, berarti dulu bapak mampu menyelesaikan pekerjaan yang banyak. Bagaimana cara bapak menyelesaikan pekerjaan itu
 waktu dulu?”.

Fase Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bincang-bincang?”, “Coba bapak sebutkan lagi apa yang membuat Bapak cemas?” apa perubahan yang bapak rasakan dengan kondisi kecemasan,”. “Dua hari lagi saya akan datang untuk mengajarkan latihan relaksasi, jam 10.00 tempatnya disini ya Pak, Sekarang saya pamit dulu Assalamualaikum Wr Wb.”

SP 2 : Mengontrol Kecemasan Dengan Relaksasi Nafas Dalam

Fase Orientasi:
“Assalamualaikum Pak Ahmad, bagaimana perasaan bapak hari ini?’ Apakah bapak sudah melatih cara mengalihkan situasi untuk menghilangkan kecemasan Bapak?’, “Sesuai janji kita dua hari yang lalu, hari ini saya datang kembali untuk mendiskusikan tentang latihan relaksasi dengan tehnik tarik napas dalam.” Berapa lama kita akan berlatih pak? “Bagaimana jika 20 menit?” Dimana kita diskusi? “Bagaimana jika di halaman samping?”

Fase Kerja:
Pak, kemarin waktu kita diskusi bapak mengatakan bahwa saat cemas rasanya seluruh badan bapak tegang, baik fikiran maupun fisik, Nah, latihan relaksasi ini bermanfaat untuk membuat fisik bapak relak atau santai. Dalam latihan ini bapak harus memusatkan pikiran dan perhatian bapak pada pernapasan, gerakan mengembang dan mengempisnya otot dada bapak saat bernapas . Bisa kita mulai pak?” Sekarang bapak silahkan duduk tegap seperti saya. Pertama-tama: bapak tarik napas perlahan-lahan, dalam hitungan satu, bapak pikirkan bahwa adara memasuki bagian bawah paru-paru bapak, pada hitungan dua bapak bayangkan udara mengisi bagian tengah paru-paru bapak dan pada hitungan tiga bapak bayangkan seluruh paru-paru bapak sudah terisi dengan udara, setelah itu tahan napas dalam hitungan tiga setelah itu bapak hembuskan udara melalui mulut dengan meniup udara perlahan-lahan. Nah, sekarang bapak lihat saya mempraktekkanya. “Sekarang coba bapak praktekkan! “Wah, bagus sekali bapak sudah mampu melakukannya. “ Bapak bisa latih kembali relaksasi nafas dalam.

Fase teminasi:
“bagaimana perasaan bapak setelah latihan tarik napas dalam ini?” Coba bapak ulangi satu kali lagi”” Bagus sekali.” Setiap kali bapak mulai merasa cemas, bapak bisa langsung praktekkan cara ini. “Lusa saya akan datang lagi untuk mengajarkan latihan yang lain yaitu dengan mengendurkan dan mengencangkan seluruh otot bapak. Seperti biasa pak Jam 10.00 WIB. Assalamualaikum Pak ahmad.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Diagnosa Keperawatan NANDA NIC-NOC (terjemahan)
Hawari, D., 2008, Manajemen Stres Cemas dan Depresi, Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Ibrahim, Ayub Sani. 2007. Panik Neurosis dan Gangguan Cemas. Dua As-As : Jakarta
Kaplan, Harold I, dkk. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Widya Medika : Jakarta
Mansjoer, A., 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Penerbit Aesculapius : Jakarta.
Nurjannah, I., 2004, Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa Manajemen, Proses Keperawatan dan Hubungan Terapeutik Perawat-Klien, Penerbit MocoMedia : Yogyakarta.
Stuart, G.W., dan Sundden, S.J., 1995, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3, EGC : Jakarta.
Suliswati, dkk., 2005, Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, EGC : Jakarta.
Videbeck, S.J., 2008, Buku Ajar sKeperawatan Jiwa, EGC : Jakarta.